Platipus (binatang yang bertelur dan menyusui)

platipus
Platipus adalah hewan semi-akuatik yang banyak ditemui di bagian timur benua Australia. Walaupun Platipus bertelur tapi ia tergolong ke dalam kelas Mammalia karena ia menyusui anaknya. Platipus juga sering dikenal dengan nama duck-billed Platypus atau Platypus berparuh bebek disebabkan bentuk paruhnya yang menyerupai bebek.

Platipus termasuk binatang yang aneh dari kerajaan Animalia. Binatang ini Mammalia tapi bertelur (mayoritas Mammalia beranak seperti anjing, kucing, beruang, dan sebagainya). Platipus memiliki paruh yang seperti bebek dan kaki berselaput. Seperti halnya kangguru dan koala, platipus menjadi simbol fauna Australia dan dapat ditemui di koin 20 sen Australia.

Klasifikasi ilmiah

Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Mammalia
Ordo: Monotremata
Famili: Ornithorhynchidae
Genus: Ornithorhynchus
Spesies: O. anatinus
Nama binomial : Ornithorhynchus anatinus


Fisiologi

Temperatur tubuh platipus kira-kira 32oC. Temperatur ini lebih rendah dari kebanyakan Mammalia (sekitar 38oC). Tubuh platipus ditutupi bulu berwarna coklat yang menjaga agar tubuhnya tetap hangat. Kaki platipus berselaput seperti bebek. Platipus juga memiliki paruh seperti bebek. Paruh ini digunakan sebagai organ sensor.

Berat platipus berkisar antara di bawah 1 kg sampai dengan lebih dari 2 kg. Panjang tubuhnya sekitar 30-40 cm dan panjang ekornya sekitar 10-15 cm (jantan) dan 8-13 cm (betina). Platipus jantan lebih besar hingga 3x betinanya.

Platipus juga adalah hewan berbisa. Bisa ini digunakan dalam pertarungan perebutan wilayah atau pertempuran antar teman.

Ekologi dan tabiat

Platipus adalah hewan malam dan semi-akuatik. Platipus adalah perenang yang baik dan menghabiskan banyak waktunya di dalam air untuk mencari makanan. Ketika berenang, platipus menutup matanya rapat-rapat dan menyerahkan sisanya kepada indra lainnya. Keempat kaki platipus berselaput. Ketika ia berenang, ia mengayuh dengan menggunakan kedua kaki depannya. Dan untuk menjaga keseimbangan tubuhnya digunakan ekornya dan kedua kaki belakangnya. Platipus memakan cacing, larva serangga, dan yabbie yang digalinya atau ia tangkap pada saat berenang.

Reproduksi

Platipus menelurkan telur yang mirip dengan telur reptil, dan sedikit lebih bundar daripada telur burung. Platipus betina biasanya menelurkan dua telur pada saat yang bersamaan. Walaupun kadang-kadang memungkinkan platipus betina menelurkan satu atau tiga telur. Periode inkubasi-nya terbagi menjadi tiga bagian.

* Tahap pertama: embrio tidak memiliki satupun organ fungsional dan bergantung pada kantung merah telur untuk bernafas.
* Tahap kedua: jari-jari kaki mulai muncul.
* Tahap ketiga: gigi muncul.

Telur menetas seusai periode inkubasi yang berlangsung sekitar 10 hari. Setelah telur menetas, keluarlah bayi platipus tidak berambut yang langsung melekat pada induknya. Sang induk kemudian akan menyusui anaknya yang buta dan peka. Bayi platipus akan meninggalkan sarangnya setelah berusia 17 minggu (kurang lebih 4 bulan lewat).

Organ reproduksi platipus mirip dengan burung (aves). Platipus betina memiliki sebuah ovarium yang terdiri dari ovarium kanan dan ovarium kiri dimana ovarium kanan tidak tumbuh sempurna (sama dengan burung).

Ogopogo

Ogopogo

Monster laut yang serupa dengan Nessie di danau Loch Ness. Bedanya Ogopogo ditemukan di danau Okanagan, Kanada. Topik pembicaraan mengenai eksistensi makhluk misterius ini sudah terdengar sejak 1850, dimana pada awal tahun itu untuk pertamakalinya Ogopogo menampakkan dirinya kepada para wisatawan dan penduduk setempat.

Para saksi mata yang melihatnya menuturkan, makhluk ini berperawakan besar, berwarna gelap dan memiliki bentuk tubuh yang panjang. Dia muncul dari dasar danau ke permukaan air, lalu berenang ke tengah. Hewan ini muncul cukup lama, sehingga yang melihatnya dapat mengamati sosok dan prilakunya, sebelum akhirnya kembali menyelam ke dasar danau. Semula, mereka menduga yang mereka lihat adalah ular, namun kemudian mereka sadar, yang mereka lihat adalah makhluk lain yang berbeda, yang akhirnya disebutOgopogo.

Pulau Komodo

Pulau Komodo
Sesuai dengan namanya, Pulau Komodo adalah sebuah pulau yang dikenal sebagai habitat asli hewan komodo (Varanus komodoensis), oleh penduduk setempat, hewan ini disebut Ora. Hingga kini, hewan komodo menjadi kebanggaan karena menjadi sumber pendapatan penduduk lokal dari para wisatawan yang berkunjung ke pulau yang berpenduduk kurang lebih 4.000 jiwa ini.


Di pulau ini, wisatawan dapat melihat hewan komodo yang merupakan spesies kadal terbesar di dunia dengan rata-rata panjang tubuhnya mencapai hingga 3,13 meter dan beratnya mencapai 165 kg.
Wisatawan juga dapat menyaksikan berbagai aktivitas hewan langka ini, seperti perkawinan komodo yang terjadi antara bulan Mei hingga Agustus; komodo tengah menyantap rusa, kambing, babi dan menyaksikan komodo berjemur di jalanan dan di cabang pepohonan pada pagi hari.

Komodo

Untuk melindungi komodo dari kepunahan, maka pada tahun 1980 pemerintah menjadikan Pulau Komodo sebagai Taman Nasional Komodo. Enam tahun kemudian, yakni tahun 1986, taman nasional ini diterima sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO. Taman nasional ini terdiri atas dua pulau besar, yakni Pulau Rinca dan Padar, yang dikelilingi oleh beberapa pulau kecil. Total luas wilayah daratan taman nasional ini mencapai 1.817 km².
Pulau Komodo merupakan pulau yang terletak di ujung paling barat Provinsi Nusa Tenggara Timur, berbatasan dengan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara administratif, pulau ini termasuk wilayah Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia.

Dari Kupang, ibukota Provinsi NTT, wisatawan dapat naik pesawat menuju Ende, sebuah kota di Pulau Flores. Setiba di sana, perjalanan dilanjutkan menuju Kota Labuhanbajo selama sepuluh jam dengan menggunakan minibus. Dari kota yang terletak di bagian paling barat Pulau Flores ini perjalanan dilanjutkan menuju Pulau Komodo dengan menggunakan speed boat yang memakan waktu sekitar dua jam.

Wisatawan mancanegara dikenakan biaya tiket masuk pulau ini sebesar $5 US per orang untuk satu hari, dan wisatawan lokal dikenakan biaya Rp 25.000 per-orang (Maret 2008). Di Pulau ini dapat ditemukan resort bertaraf internasional, beberapa pondokan yang disediakan oleh masyarakat setempat dan juga restoran.

Lenong


Kesenian Lenong Betawi
Lenong adalah teater tradisional Betawi. Kesenian tradisional ini diiringi musik gambang kromong dengan alat-alat musik seperti gambang, kromong, gong, kendang, kempor, suling, dan kecrekan, serta alat musik unsur Tionghoa seperti tehyan, kongahyang, dan sukong. Lakon atau skenario lenong umumnya mengandung pesan moral, yaitu menolong yang lemah, membenci kerakusan dan perbuatan tercela. Bahasa yang digunakan dalam lenong adalah bahasa Melayu (atau kini bahasa Indonesia) dialek Betawi.

Sejarah

 Lenong berkembang sejak akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20. Kesenian teatrikal tersebut mungkin merupakan adaptasi oleh masyarakat Betawi atas kesenian serupa seperti "komedi bangsawan" dan "teater stambul" yang sudah ada saat itu. Selain itu, Firman Muntaco, seniman Betawi, menyebutkan bahwa lenong berkembang dari proses teaterisasi musik gambang kromong dan sebagai tontonan sudah dikenal sejak tahun 1920-an.
Lakon-lakon lenong berkembang dari lawakan-lawakan tanpa plot cerita yang dirangkai-rangkai hingga menjadi pertunjukan semalam suntuk dengan lakon panjang dan utuh.
Pada mulanya kesenian ini dipertunjukkan dengan mengamen dari kampung ke kampung. Pertunjukan diadakan di udara terbuka tanpa panggung. Ketika pertunjukan berlangsung, salah seorang aktor atau aktris mengitari penonton sambil meminta sumbangan secara sukarela. Selanjutnya, lenong mulai dipertunjukkan atas permintaan pelanggan dalam acara-acara di panggung hajatan seperti resepsi pernikahan. Baru di awal kemerdekaan, teater rakyat ini murni menjadi tontonan panggung.
Setelah sempat mengalami masa sulit, pada tahun 1970-an kesenian lenong yang dimodifikasi mulai dipertunjukkan secara rutin di panggung Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Selain menggunakan unsur teater modern dalam plot dan tata panggungnya, lenong yang direvitalisasi tersebut menjadi berdurasi dua atau tiga jam dan tidak lagi semalam suntuk.
Selanjutnya, lenong juga menjadi populer lewat pertunjukan melalui televisi, yaitu yang ditayangkan oleh Televisi Republik Indonesia mulai tahun 1970-an. Beberapa seniman lenong yang menjadi terkenal sejak saat itu misalnya adalah Bokir, Nasir, Siti, dan Anen.

 Jenis lenong

Terdapat dua jenis lenong yaitu lenong denes dan lenong preman. Dalam lenong denes (dari kata denes dalam dialek Betawi yang berarti "dinas" atau "resmi"), aktor dan aktrisnya umumnya mengenakan busana formal dan kisahnya ber-seting kerajaan atau lingkungan kaum bangsawan, sedangkan dalam lenong preman busana yang dikenakan tidak ditentukan oleh sutradara dan umumnya berkisah tentang kehidupan sehari-hari. Selain itu, kedua jenis lenong ini juga dibedakan dari bahasa yang digunakan; lenong denes umumnya menggunakan bahasa yang halus (bahasa Melayu tinggi), sedangkan lenong preman menggunakan bahasa percakapan sehari-hari.
Kisah yang dilakonkan dalam lenong preman misalnya adalah kisah rakyat yang ditindas oleh tuan tanah dengan pemungutan pajak dan munculnya tokoh pendekar taat beribadah yang membela rakyat dan melawan si tuan tanah jahat. Sementara itu, contoh kisah lenong denes adalah kisah-kisah 1001 malam.
Pada perkembangannya, lenong preman lebih populer dan berkembang dibandingkan lenong denes.

Sendra Tari Ramayana


Tari Ramayana
Prabu Janaka, Raja Kerajaan Mantili memiliki seorang puteri yang sangat cantik bernama Dewi Shinta. Untuk menentukan siapa calon pendamping yang tepat baginya, diadakanlah sebuah sayembara. Rama Wijaya, Pangeran dari Kerajaan Ayodya akhirnya memenangi sayembara tersebut.
Prabu Rahwana, pemimpin Kerajaan Alengkadiraja sangat menginginkan untuk menikahi Dewi Shinta. Namun, setelah mengetahui siapa Dewi Shinta, ia berubah pikiran. Ia menganggap bahwa Dewi Shinta merupakan jelmaan Dewi Widowati yang telah lama ia cari-cari.


Hutan Dandaka
Rama Wijaya beserta Shinta, istrinya, dan ditemani oleh adik lelakinya, Leksmana, sedang berpetualang dan sampailah ke Hutan Dandaka. Di sini mereka bertemu dengan Rahwana yang begitu memuja Dewi Shinta dan sangat ingin memilikinya. Untuk mewujudkan gagasannya, Rahwana mengubah salah satu pengikutnya bernama Marica menjadi seekor kijang yang disebut Kijang Kencana dengan tujuan memikat Shinta.
Karena tertarik dengan kecantikan kijang tersebut, Shinta meminta Rama untuk menangkapnya. Rama menyanggupi dan meninggalkan Shinta yang ditemani Leksmana dan mulailah dia memburu kijang tersebut.
Setelah menunggu lama, Shinta menjadi cemas karena Rama belum datang juta. Ia meminta Leksamana untuk mencari Rama. Sebelum meninggalkan Shinta, Leksmana membuat lingkaran sakti di atas tanah di sekeliling Shinta untuk menjaganya dari segala kemungkinan bahaya.
Begitu mengetahui bahwa Shinta ditinggal sendirian, Rahwana mencoba untuk menculiknya namun gagal karena lingkaran pagar pelindung yang menjaganya. Kemudian ia mengubah diri menjadi seorang Brahmana. Shinta jatuh kasihan terhadap Brahmana yang tua tersebut dan hal tersebut membuatnya keluar dari lingkaran pelindung. Akibatnya, Rahwana - yang menjelma menjadi Brahmana tua tersebut - berhasil merebut dan membawanya terbang ke Kerajaan Alengka.
Memburu Kijang
Rama berhasil memanah kijang yang dikejarnya, namun tiba-tiba kijang tersebut berubah menjadi raksasa. Terjadilah perkelahian antara Rama dengan raksasa tersebut. Raksasa tersebut akhirnya dapat dibunuh Rama menggunakan panahnya. Kemudian tibalah Leksama dan meminta Rama untuk segera kembali ke tempat di mana Shinta berada.

Penculikan Shinta
Dalam perjalanan ke Alengka, Rahwana bertemu dengan burung garuda bernama Jatayu. Mereka kemudian terlibat pertengkaran karena Jatayu mengetahui bahwa Rahwana menculik Dewi Shinta - yang adalah anak Prabu Janaka, teman dekatnya. Sayangnya, Jatayu berhasil dikalahkan oleh Rahwana saat mencoba membebaskan Shinta dari cengkeraman Rahwana.
Mengetahui bahwa Shinta tidak lagi berada di tempat semula, Rama dan Leksmana memutuskan untuk mencarinya. Dalam perjalanan pencarian tersebut, mereka bertemu dengan Jatayu yang terluka parah. Saat bertemu pertama kali tersebut, Rama mengira bahwa Jatayulah yang menculik Shinta sehingga ia berniat membunuhnya namun Leksmana mencegahnya. Jatayu menjelaskan apa yang terjadi sebelum akhirnya ia meninggal.
Tidak lama kemudian, seekor kera putih bernama Hanoman tiba. Ia diutus oleh pamannya, Sugriwa, untuk mencari dua pendekar yang mampu membunuh Subali. Subali adalah serang yang suci dan telah mengambil Dewi Tara, wanita kesayangan Sugriwa. Setelah dipaksa, akhirnya Rama memutuskan untuk membantu Sugriwa.
Gua Kiskendo
Pada saat Subali, Dewi Tara dan anak lelakinya sedang berbincang-bincang, tiba-tiba datanglah Sugriwa dan langsung menyerang Subali. Sugriwa yang dibantu oleh Rama akhirnya mampu mengalahkan Subali. Sugriwa berhasil merebut kembali Dewi Tara. Untuk membalas kebaikan Rama, Sugriwa akan membantu Rama mencari Dewi Shinta. Untuk tujuan ini, Sugriwa mengutus Hanoman untuk mencaritahu mengenai Kerajaan Alengka.
Kemenakan Rahwana, Trijata, sedang menghibur Shinta di taman. Rahwana datang untuk meminta kesediaan Shinta menjadi istrinya. Shinta menolak permintaan tersebut. Hal ini membuat Rahwana kalap dan mencoba membunuhnya namun Trijata menghalanginya dan memintanya untuk bersabar. Trijata berjanji untuk merawat Shinta.
Saat Shinta merasa sedih, ia tiba-tiba mendengar nyanyian indah yang disuarakan oleh Hanoman, si kera putih. Hanoman memberi tahu Shinta bahwa ia adalah utusan Rama yang dikirim untuk membebaskannya. Setelah menjelaskan tujuannya, Hanoman mulai mencari tahu kekuatan seluruh pasukan Alengka. Ia kemudian merusak taman tersebut.
Indrajit, anak lelaki Rahwana, berhasil menangkap Hanoman namun Kumbokarno mencegahnya untuk membunuhnya dan Hanoman dijatuhi hukuman mati dengan cara dibakar. Namun saat dibakar, Hanoman berhasil lari dan justru membakar kerajaan dengan tubuhnya yang penuh kobaran api.
Segera setelah membakar kerajaan, Hanoman datang kepada Rama dan menjelaskan apa yang telah terjadi. Rama kemudian pergi ke Alengka disertai dengan pasukan kera. Ia menyerang kerajaan dan membuat pasukan Alengka kocar-kacir setelah Indrajit - sebagai kepala pasukan kerajaan - berhasil dibunuh.
Rahwana kemudian menunjuk Kumbokarno - raksasa yang bijaksana - untuk memimpin pasukan dan menyerang kerajaan Alengka. Namun kemudian Kumbokarno berhasil dibunuh oleh Rama dengan panah pusakanya. Rahwana mengambil alih komando dan mulai menyerang Rama dengan bala tentara seadanya. Rama akhirnya juga berhasil membunuh Rahwana. Dibawa oleh Hanoman, mayat Rahwana diletakkan di bawah gunung Sumawana.

Rama Bertemu Shinta
Rama Bertemu Shinta


Setelah kematian Rahwana, Hamonan menjemput Shinta untuk dipertemukan dengan Rama. Namun Rama menolak Shinta karena ia berpikir bahwa Shinta sudah tidak suci lagi. Shinta kecewa dan untuk membuktikan kesetiaannya kepada suaminya, ia menceburkan diri ke dalam kobaran api dan membakar diri. Karena kesuciannya dan atas bantuan Dewa Api, ia tidak terbakar dan selamat. Hal tersebut membuat Rama bahagia dan akhirnya menerimanya kembali menjadi istrinya.

Reog Ponorogo


Reog Ponorogo
Reog adalah salah satu kesenian budaya yang berasal dari Jawa Timur bagian barat-laut dan Ponorogo dianggap sebagai kota asal Reog yang sebenarnya. Gerbang kota Ponorogo dihiasi oleh sosok warok dan gemblak, dua sosok yang ikut tampil pada saat reog dipertunjukkan. Reog adalah salah satu budaya daerah di Indonesia yang masih sangat kental dengan hal-hal yang berbau mistik dan ilmu kebatinan yang kuat.

Sejarah

Pada dasarnya ada lima versi cerita populer yang berkembang di masyarakat tentang asal-usul Reog dan Warok, namun salah satu cerita yang paling terkenal adalah cerita tentang pemberontakan Ki Ageng Kutu, seorang abdi kerajaan pada masa Bhre Kertabhumi, Raja Majapahit terakhir yang berkuasa pada abad ke-15. Ki Ageng Kutu murka akan pengaruh kuat dari pihak rekan Cina rajanya dalam pemerintahan dan prilaku raja yang korup, ia pun melihat bahwa kekuasaan Kerajaan Majapahit akan berakhir. Ia lalu meninggalkan sang raja dan mendirikan perguruan dimana ia mengajar anak-anak muda seni bela diri, ilmu kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan dengan harapan bahwa anak-anak muda ini akan menjadi bibit dari kebangkitan lagi kerajaan Majapahit kelak. Sadar bahwa pasukannya terlalu kecil untuk melawan pasukan kerajaan maka pesan politis Ki Ageng Kutu disampaikan melalui pertunjukan seni Reog, yang merupakan "sindiran" kepada Raja Bra Kertabumi dan kerajaannya. Pagelaran Reog menjadi cara Ki Ageng Kutu membangun perlawanan masyarakat lokal menggunakan kepopuleran Reog.

Dalam pertunjukan Reog ditampilkan topeng berbentuk kepala singa yang dikenal sebagai "Singa Barong", raja hutan, yang menjadi simbol untuk Kertabumi, dan diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat para rekan Cinanya yang mengatur dari atas segala gerak-geriknya. Jatilan, yang diperankan oleh kelompok penari gemblak yang menunggangi kuda-kudaan menjadi simbol kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit yang menjadi perbandingan kontras dengan kekuatan warok, yang berada dibalik topeng badut merah yang menjadi simbol untuk Ki Ageng Kutu, sendirian dan menopang berat topeng singabarong yang mencapai lebih dari 50kg hanya dengan menggunakan giginya. Populernya Reog Ki Ageng Kutu akhirnya menyebabkan Kertabumi mengambil tindakan dan menyerang perguruannya, pemberontakan oleh warok dengan cepat diatasi, dan perguruan dilarang untuk melanjutkan pengajaran akan warok. Namun murid-murid Ki Ageng kutu tetap melanjutkannya secara diam-diam. Walaupun begitu, kesenian Reognya sendiri masih diperbolehkan untuk dipentaskan karena sudah menjadi pertunjukan populer di antara masyarakat, namun jalan ceritanya memiliki alur baru dimana ditambahkan karakter-karakter dari cerita rakyat Ponorogo yaitu Kelono Sewondono, Dewi Songgolangit, and Sri Genthayu.

Versi resmi alur cerita Reog Ponorogo kini adalah cerita tentang Raja Ponorogo yang berniat melamar putri Kediri, Dewi Ragil Kuning, namun ditengah perjalanan ia dicegat oleh Raja Singabarong dari Kediri. Pasukan Raja Singabarong terdiri dari merak dan singa, sedangkan dari pihak Kerajaan Ponorogo Raja Kelono dan Wakilnya Bujanganom, dikawal oleh warok (pria berpakaian hitam-hitam dalam tariannya), dan warok ini memiliki ilmu hitam mematikan. Seluruh tariannya merupakan tarian perang antara Kerajaan Kediri dan Kerajaan Ponorogo, dan mengadu ilmu hitam antara keduanya, para penari dalam keadaan 'kerasukan' saat mementaskan tariannya .

Hingga kini masyarakat Ponorogo hanya mengikuti apa yang menjadi warisan leluhur mereka sebagai pewarisan budaya yang sangat kaya. Dalam pengalamannya Seni Reog merupakan cipta kreasi manusia yang terbentuk adanya aliran kepercayaan yang ada secara turun temurun dan terjaga. Upacaranya pun menggunakan syarat-syarat yang tidak mudah bagi orang awam untuk memenuhinya tanpa adanya garis keturunan yang jelas. mereka menganut garis keturunan Parental dan hukum adat yang masih berlaku.

Pementasan Seni Reog

Reog modern biasanya dipentaskan dalam beberapa peristiwa seperti pernikahan, khitanan dan hari-hari besar Nasional. Seni Reog Ponorogo terdiri dari beberapa rangkaian 2 sampai 3 tarian pembukaan. Tarian pertama biasanya dibawakan oleh 6-8 pria gagah berani dengan pakaian serba hitam, dengan muka dipoles warna merah. Para penari ini menggambarkan sosok singa yang pemberani. Berikutnya adalah tarian yang dibawakan oleh 6-8 gadis yang menaiki kuda. Pada reog tradisionil, penari ini biasanya diperankan oleh penari laki-laki yang berpakaian wanita. Tarian ini dinamakan tari jaran kepang, yang harus dibedakan dengan seni tari lain yaitu tari kuda lumping. Tarian pembukaan lainnya jika ada biasanya berupa tarian oleh anak kecil yang membawakan adegan lucu.

Setelah tarian pembukaan selesai, baru ditampilkan adegan inti yang isinya bergantung kondisi dimana seni reog ditampilkan. Jika berhubungan dengan pernikahan maka yang ditampilkan adalah adegan percintaan. Untuk hajatan khitanan atau sunatan, biasanya cerita pendekar,

Adegan dalam seni reog biasanya tidak mengikuti skenario yang tersusun rapi. Disini selalu ada interaksi antara pemain dan dalang (biasanya pemimpin rombongan) dan kadang-kadang dengan penonton. Terkadang seorang pemain yang sedang pentas dapat digantikan oleh pemain lain bila pemain tersebut kelelahan. Yang lebih dipentingkan dalam pementasan seni reog adalah memberikan kepuasan kepada penontonnya.

Adegan terakhir adalah singa barong, dimana pelaku memakai topeng berbentuk kepala singa dengan mahkota yang terbuat dari bulu burung merak. Berat topeng ini bisa mencapai 50-60 kg. Topeng yang berat ini dibawa oleh penarinya dengan gigi. Kemampuan untuk membawakan topeng ini selain diperoleh dengan latihan yang berat, juga dipercaya diproleh dengan latihan spiritual seperti puasa dan tapa.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...